Eceng gondok merupakan tumbuhan air yang berasal dari brazil. Tumbuhan ini menyebar keseluruh dunia dan tumbuh pada daerah dengan ketinggian berkisar antara 0-1.600 m diatas permukaan laut yang beriklim dingin. Penyebaran tumbuhan ini dapat melalui kanal, sungai dan rawa serta perairan tawar lain dengan aliran lambat.
Eceng gondok hidup mengapung di air dan kadang kadang berakar dalam tanah. Eceng gondok memiliki tinggi sekitar 0,4-0,8 m dan tidak mempunyai batang. Daun eceng gondok tunggal dan berbentuk oval, ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal dan tangkai menggembung, permukaan daunya licin dan berwarna hijau. Bunga eceng gondok termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir kelopaknya berbentuk tabung. Biji eceng gondok berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau serta akarnya merupakan akar serabut.
Perkembangbiakan eceng gondok sangat tinggi dan cepat sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya. Perkembangan tumbuhan air eceng gondok di perairan sangat pesat. Bagi masyarakat di sekitar pinggiran sungai, eceng gondok adalah tanaman parasit yang mengotori sungai dan menyebabkan sungai menjadi tersumbat atau meluap karena eceng gondok terlalu banyak. Bagi masyarakat yang tinggal di pinggiran danau, eceng gondok dianggap sebagai tanaman pengganggu yang menghalangi transportasi di danau tersebut dan menyebabkan danau menjadi kotor.
Eceng gondok memperbanyak diri secara vegetatif, membentuk kelompok mengapung di atas air. Perkembangannya sangat cepat. Eceng gondok menutupi daerah-daerah perairan air tawar, dan menjadi gulma yang sangat sulit dimusnahkan. Tumbuhan ini menutupi seluruh permukaan air sehingga sinar matahari tidak bisa masuk ke dalam air, dan juga menyumbat saluran-saluran air. Perkembangbiakannya yang demikian cepat menyebabkan tanaman eceng gondok telah berubah menjadi tanaman gulma di beberapa wilayah perairan di Indonesia. Perkembangbiakan ini juga dipicu oleh peningkatan kesuburan di wilayah perairan danau (eutrofikasi), sebagai akibat dari erosi dan sedimentasi lahan, berbagai aktivitas masyarakat, budidaya perikanan (keramba jaring apung), limbah transportasi air, dan limbah pertanian.
Untuk mengeliminasi gangguan eceng gondok, caranya dapat dengan membatasi populasinya. Pembatasan dapat dilakukan dengan membatasi penutupan permukaan waduk oleh eceng gondok tidak lebih dari 50 persen permukaannya. Akan jauh lebih baik lagi bila pembatasan populasi ini dilakukan dengan melibatkan masyarakat sekitar. Sebab, dahan eceng gondok adalah serat selulosa yang dapat diolah untuk berbagai keperluan, seperti barang kerajinan maupun bahan bakar pembangkit tenaga listrik. Namun, masyarakat tidak disarankan untuk memberikan eceng gondok sebagai pakan pada ternak karena polutan yang diserapnya bisa terakumulasi dalam dagingnya.
Eceng gondok ini kita memanfaatkan sumberdaya alam yang ada sebagai bahan baku yang cukup melimpah ketersediaanya. Karena eceng gondok sendiri dapat tumbuh dengan cepat sehingga ketersediaanya sebagai bahan baku. Sehingga produk hasil eceng gondok ini dapat dipasarkan ke semua segmen dan seluruh kalangan dengan pembagian produk yang berbeda-beda sesuai kebutuhan dan kegunaan masing-masing. Produk hasil pengolahan eceng gondok sebagai kerajinan tangan dapat dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat.
Eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kertas karena mengandung serat/selulosa. Pulp eceng gondok yang dihasilkan berwarna coklat namun dapat diputihkan dengan proses pemutihan (bleaching). Pulp juga dapat menyerap zat pewarna yang diberikan dengan cukup baik, sehingga berbagai variasi warna kertas dapat dihasilkan melalui proses ini.
Seiring dengan perkembangan iptek, bagian tumbuhan eceng gondok setelah dikeringkan ternyata bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan tas wanita yang cantik, kopor, sandal, keranjang tatakan gelas, tikar, nampan dan sebagainya. Selain itu tanaman ini dapat dimanfaatkan untuk mendukung industri mebel den furniture, sebagai pengganti rotan yang harganya sangat mahal. Banyak daerah yang sudah memanfaatkan eceng gondok sebagai barang-barang kerajinan, mebel dan furniture.
Hingga saat ini sudah banyak daerah yang mampu mengembangkan eceng gondok untuk pembuatan barang-barang kerajinan, mebel, dan furniture. Daerah tersebut antara lain di Purbalingga, Yogyakarta, sekitar Kota Solo, Cirebon, Lampung, Surabaya dan Bali. Bahkan sebagian barang-barang kerajinan eceng gondok dengan model dan kualitas tertentu, banyak diekspor ke Eropa dan Amerika Serikat yang semakin tertarik dengan barang-barang produksi dari bahan-bahan alami (back to nature).